Belajar Kemandirian dari Iran

Belajar Kemandirian dari Iran

SUMBER: Republika

Delegasi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang dipimpin Irman Gusman, berkunjung ke Iran pada 3-7 Desember atas undangan Parlemen Iran. Banyak hal dibicarakan, termasuk bagaimana seharusnya hubungan kedua negara ditata lebih baik menjadi poros Jakarta-Teheran. Berikut laporan terakhir wartawan Republika, Selamat Ginting, yang mengikuti perjalanan tersebut.

Senyum, senyum, dan senyum. Itulah penampilan yang selalu ditebarkan Manouchehr Mottaki menghadapi lawan bicaranya. Dengan cekatan, ia menjawab semua pertanyaan. Dan dengan diplomatis pula, dijawabnya dalam bahasa Inggris ataupun Parsi.

Mottaki adalah menteri luar negeri Iran yang menerima delegasi DPD RI pada pekan lalu. Namun, sejak Selasa (14/12), Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad telah mengganti Motakki dengan Ali Akbar Salehi, yang saat ini menjabat kepala Badan Energi Atom Iran.

Mottaki merupakan seorang diplomat karier yang diangkat sejak Agustus 2005. Seperti halnya Ahmadinejad, Mottaki rupanya juga menaruh kebanggaan terhadap Indonesia. Bahkan, dia memuji Indonesia sebagai kebanggaan bangsa-bangsa Muslim.

Baginya, Indonesia merupakan entitas dunia Islam, pemimpin negara Gerakan Nonblok, dan pemain besar dalam kawasan. Peran Indonesia di Asia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lanjut dia, juga cukup menonjol.

Sejarah Indonesia dan Iran menunjukkan bahwa kedua negara memiliki banyak kesamaan, termasuk kesamaan dalam kekhawatiran dan harapan-harapan. Karena itu, persahabatan Indonesia-Iran merupakan potensi untuk saling mengembangkan kemajuan.

Menurut diplomat kelahiran Bandar-e-gaz, Iran bagian utara, ini rakyat di Teheran dan Jakarta memiliki keinginan yang sama untuk memelihara kebersamaan tanpa batasan apa pun. Di samping hubungan politik, juga dalam hubungan ekonomi dan budaya di skala internasional.

Melalui peran Indonesia, Mottaki memuji semangat kebersamaan di kalangan keluarga ASEAN bisa benar-benar terjaga. Cermin itu bahkan begitu terasa bagi negara-negara di Asia. Dunia pun lantas melihat bagaimana kehidupan dan kerukunan antarumat beragama bisa dirasakan di Asia.

Berbagai perbedaan agama dan kepercayaan di Asia ternyata tak menimbulkan benturan konflik. Hal itu sangat berbeda dengan cara dunia Barat yang tajam melihat Islam.

Di dunia Barat, ungkapnya, ada seorang berpakaian pendeta yang diberitakan justru akan membakar Alquran. “Mereka jelas tak mengerti persoalan dan itu bukti bahwa mereka tidak mempunyai kapasitas cukup dan menampilkan diri sebagai pemimpin,” sindir Mottaki.

Diplomat senior ini lagi-lagi memuji posisi Indonesia yang semakin tinggi di tengah dunia Islam. Karena itu pula, dia berharap dukungan DPD RI untuk meningkatkan peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) sehingga dapat membangun jembatan persatuan Muslim lintas negara. Seperti Muslim yang terdapat di Iran, Bangladesh, Malaysia, Pakistan, Maladewa, Jazirah Arab, Brunei, dan lainnya. “Penting adanya persatuan di negara-negara Muslim di Asia,” ujarnya.

Pemilik gelar Master Hubungan Internasional dari Universitas Teheran ini juga mengajak Indonesia bekerja sama dalam memerangi terorisme, radikalisme, dan narkoba. “Tidak selalu harus dengan dunia Barat dalam memerangi masalah-masalah itu.”

Mendengar pujian dan ajakan Mottaki, Ketua DPD RI, Irman Gusman, merentangkan tangannya. Dia balas memuji Iran yang telah banyak memberikan jasa sejarah mendukung kemerdekaan Indonesia.

Iran juga dianggapnya sebagai contoh kemandirian dan kepercayaan diri sebagai satu bangsa yang patut dicontoh. “Kami menyadari, Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia, harus bisa lebih besar memelihara peran di kancah pergaulan internasional,” tuturnya.

Anomali yang tersisa
Menteri Perdagangan Iran, Mehdi Ghazanfari, merasa ada anomali yang masih terjadi dalam hubungan kerja sama dua negara bersahabat ini. Perdagangan Indonesia-Iran dianggapnya masih belum signifikan karena nilainya masih kurang dari satu miliar dolar AS setiap tahunnya.

Nilai perdagangan yang tak sebanding dengan besarnya ekonomi kedua negara. “Perdagangan kedua negara dalam persentase yang kecil dari neraca perdagangan. Tidak boleh terjadi hal seperti ini, karena itu menjadi tanggung jawab pemimpin negara,” kata Ghazanfari.

Untuk mengatasi masalah perdagangan ini, salah satunya, Ghazanfari mengajak Indonesia untuk sama-sama menetapkan bank komersial Indonesia di Iran atau bank komersial Iran di Indonesia yang disesuaikan dengan aturan perbankan masing-masing.

Melalui cara ini, dia yakin bisa menghindari sanksi dan dapat dilakukan perdagangan tidak langsung. “Kalau ini bisa dilaksanakan, tentu angka perdagangan yang 600 juta dolar AS itu bisa naik 300 persen dari sekarang. Mudah-mudahan sebelum 2014 sudah bisa dikejar,” paparnya.

Selama berada di Iran, delegasi DPR RI diterima oleh banyak pejabat pemerintahan Iran. Saat dijamu Menteri Ekonomi dan Keuangan Iran, Seyyed Shamseddin Hosseini, Indonesia diajak untuk bersama-sama memecahkan persoalan hegemoni keuangan dunia. “Hegemoni keuangan adalah kemiskinan. Kalau mau kaya, harus kaya bersama-sama, tidak hanya bagi diri sendiri (negara tertentu saja). Begitu semangatnya,” serunya.

Untuk itu, Seyyed sangat mendukung langkah kerja sama bidang keuangan dan perbankan dengan cara mengembangkan infrastruktur keuangan. Didorong pula kerja sama petani kedua negara dalam hal produksi dan peralatan.

Tak sebatas itu, saat ini di Iran sedang berlangsung privatisasi. Dalam proses ini, keikutsertaan Indonesia dalam proses itu ditunggu-tunggu. Bahkan, dalam bidang telekomunikasi dan bursa saham ada pihak yang akan datang dari Indonesia.Iran berharap investor Indonesia masuk dalam sektor telekomunikasi. “Masih ada peluang besar untuk masuk,” katanya.

Kalau ini berlangsung, kata Seyyed, dampaknya akan melipatgandakan neraca perdagangan Indonesia-Iran. Tidak saja naik dari 700 juta dolar AS ke 3 miliar dolar AS, tapi juga akan terdongkrak hingga 10 kali lipat.

Menteri Keuangan Iran mengundang Menteri Keuangan Indonesia dan Gubernur Bank Indonesia untuk berkunjung ke Iran membahas masalah-masalah keuangan dan perbankan. Menteri Perminyakan Iran, Masoud Mirkazemi, menegaskan komitmennya untuk mempertahankan kerja sama pembangunan kilang minyak di Banten yang MoU-nya diteken pada 2006. Sebagai tahap awal, kilang minyak itu akan memproduksi 150 ribu barel dengan komposisi 40 persen pasokan dari Iran.

Ketua Lembaga Yudikatif Iran, Ayatollah Sadeq Larijani, menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan Indonesia terhadap program nuklir Iran. Menjadi penting bagi Iran dan Indonesia untuk bisa mencapai dan memiliki kesamaan pandangan dalam berbagai bidang demi kemajuan kedua bangsa. Hubungan yang dikembangkan juga untuk mengeratkan jalinan budaya dan masyarakat kedua negara.ed: budi raharjo

2 Tanggapan

  1. Iran memang negara yang keren… meski di embargo otak tetep jalan…

  2. Sebagai bangsa yang besar seharusnya Indonesia belajar dari Iran, mereka berani meng go to hell kan Amerika, apa Indonesia berani?

Tinggalkan komentar