Kritik Untuk Era Muslim Lagi: Mengapa AS Menyerang Irak?

Kritik Untuk Era Muslim Lagi: Mengapa AS Menyerang Irak?

SUMBER: Kajian Timur Tengah

Selama ini berkali-kali saya menemukan analisis yang amburadul di Era Muslim bila sudah terkait dengan Iran. Namun karena banyak juga tulisan informatif lainnya di Era Muslim, saya tetap setia berkunjung ke situs ini. Sebenarnya saya berpikir, tak ada gunanya menghabiskan waktu untuk mengomentari analisis-analisis yang kacau itu; toh mereka sepertinya tak peduli. Tapi, sesekali memang ada yang sudah keterlaluan dan membuat saya benar-benar geregetan.

Tulisan di rubrik Liputan Khusus berjudul “Alasan Sebenarnya AS Menyerang Irak“  adalah contoh tulisan yang amburadulnya luar biasa dan berhasil membuat saya tidak tahan untuk tidak menulis. Terserah EraMuslim mau peduli atau tidak.

Alur logika tulisan yang ditulis oleh penulis berinisial ‘sa’ itu begini: AS menyerang Irak karena ingin mendudukkan Muqtada Sadr yang Syiah sebagai pemimpin Irak. Setelah Muqtada SAdr jadi pemimpin Irak, maka Irak akan diserahkan ke Iran.


Ini saja sudah kacau kan? Pertanyaan saya: trus, kalau diserahkan kepada Iran, mau diapakan oleh Iran? Membuat negara Iran Raya? Bukankah AS malah akan semakin terancam? Dalam tulisan itu memang tidak eksplisit dijawab, tapi bisa diambil kesimpulan logika ngawurnya: AS dan Iran itu bersekutu, mereka sama-sama ingin membasmi muslim Sunni di seluruh dunia.

Mari kita lihat argumennya, saya akan nukil dua di antaranya saja (yang dicetak miring adalah kalimat aslinya):
1. Amerika Serikat tidak menyerang Iraq untuk minyak. Kenyataannya mereka telah menghabiskan miliaran dolar untuk perang ini dan yang paling banter mereka dapatkan ketika keluar dari Iraq adalah untuk mendapatkan uang mereka kembali. Jadi minyak hanyalah sebagai kompensasi besar saja. Yang benar adalah bahwa sama seperti Israel yang menyerang Libanon untuk membuat Hizbullah terlihat seperti pahlawan, AS menyerang Iraq sebenarnya untuk membuat Muqtada al-Sadr sebagai pahlawan Iraq.

a. Israel menyerang Lebanon untuk membuat Hizbullah sebagai pahlawan?! Meskipun ini kalimat paling tidak logis sedunia, izinkan saya sedikit memberi bantahan: memangnya apa keuntungan Israel kalau Hizbullah jadi pahlawan? Kekalahan Israel dalam perang 33 Hari melawan Hizbullah jelas-jelas mempermalukan Israel yang selama ini menyandang mitos sebagai kekuatan militer terbesar di Timur Tengah. Bangsa Arab (bukan raja-rajanya, tapi rakyatnya) terselamatkan harga dirinya: akhirnya ada juga orang Arab yang berani dan sukses melawan Israel. Hamas malah semakin percaya diri untuk meneruskan perjuangannya.

Kalau mengikuti  logika ngawur tulisan itu, mungkin inilah jawabannya: “Hizbullah dan Israel itu bersekutu ingin membasmi orang Sunni sedunia.”

b. Prof (em) James Petras dalam bukunya “The Power of Israel in USA”, memang menyatakan bahwa AS menyerang Irak bukan karena minyak, tetapi DEMI ISRAEL. Dulu, sebelum negara Israel berdiri tahun 1948, ada jalur pipa minyak dari Mosul (Irak) ke Haifa (kawasan yang kini menjadi bagian Israel). Lalu Saddam, yang memrotes berdirinya Israel, menutup pipa minyak itu. Saddam, terlepas dari berbagai kebengisannya terhadap warganya sendiri (terutama warga Syiah dan Kurdi), adalah penentang besar Israel. Setelah Saddam terguling, jalur pipa minyak Kirkuk-Mosuk-Haifa pun dengan lancar memasok minyak untuk Israel; Israel pun terlepas dari ketergantungan pada suplai minyak Rusia yang berharga mahal.

c. Argumen Prof Petras ini bersesuaian dengan fakta Israel-Gaza. Israel mendapat tekanan besar dari dunia karena terus menindas Gaza. Memangnya apa yang dikejar Israel dari Gaza? Mengapa Israel tidak keluar saja dari Gaza, toh dunia sudah mendukung two-states solution: Israel dibiarkan aman; asal Palestina juga dibiarkan memiliki Gaza dan Tepi Barat? Bila Palestina sudah dibiarkan aman dengan dua wilayah (Gaza-Tepi Barat), namun tetap melakukan perlawanan, sangat mungkin opini dunia berbalik menjadi mendukung Israel. Kenyataannya, blokade Gaza telah membuat Israel tersudut secara politik internasional; bahkan warga negara-negara Barat pun sudah menentang Israel, namun Israel tetap berkeras. Jawabannya: di laut lepas Gaza, ada sumber gas yang sangat besar (soal ini, insya Allah pekan depan saya tulis).

Jadi, kalau mengikuti analisis Prof Petras: it’s all about Israel. Aksi pemerintah AS yang seperti kehilangan akal sehat dengan terus menyerang Irak dan Afghanistan meski merugikan keuangan negara sesungguhnya adalah karena besarnya lobby Zionis (baca buku : Mearsheimer “The Israel Lobby  and U.S. Foreign Policy“) Lebih lagi, pemilik Big Oils (perusahaan-perusahaan minyak terbesar dunia) adalah orang-orang Zionis.

2. Collin Powell mengakui bahwa Iraq sama sekali tidak memili WMDs. Dan pertanyaan yang sebenarnya adalah, mengapa Amerika Serikat khawatir tentang senjata Kimia dan bom Hayati Iraq, ketika justru sebaliknya Iran telah lama diduga membuat bom nuklir? Tetapi pertanyaan sebenarnya adalah mengapa mereka tidak menyerang Iran sebelum Iraq? Padahal, menurut kabar entah darimana, Iran konon adalah musuh terbesar AS saat ini terbesar di Timur Tengah, dan sementara Saddam bekas sekutu AS. Tidak diragukan lagi bahwa Moqtada al-Sadr dimaksudkan untuk menjadi Nasrallah dari Iraq. Dengan kata lain, rencananya bahwa ia akan bangkit melawan AS, dan AS kemudian akan meninggalkan Iraq dengan tiba-tiba. Sadr kemudian akan dianggap sebagai pahlawan dan penyelamat Iraq, dan dengan perginya Saddam pergi, Sadr akan mengambil alih Irak dan akhirnya menyerahkannya kepada Iran.

Jadi, menurut logika ngawur penulis ‘sa’: karena AS tidak menyerang Iran, artinya AS itu berteman dengan Iran; bahkan membantu Iran untuk menguasai Irak dengan cara mengkondisikan agar Muqtada Sadr yang jadi pemimpin di Irak.

Seperti sudah dijelaskan di atas, AS menyerak Irak demi Israel. Saddam adalah musuh besar Israel, dan Israel berkepentingan dengan suplai minyak dari Kirkuk dan Mosul. Rencana penyerangan Irak dimulai jauh-jauh hari, dengan cara mengembargo Irak, yang menyebabkan Irak sangat lemah, bahkan 500.000 anak kecil tewas selama masa embargo karena sakit atau kelaparan (dan kata Madeleine Albright, Menlu AS saat itu: tewasnya 500.000 anak Irak itu ‘worthed’/setimpal dengan hasil yang hendak dicapai). Irak sudah benar-benar lemah pada tahun 2003, sehingga tentara AS awalnya memperkirakan perang hanya akan berlangsung sepekan saja.Namun prediksi ini salah, karena rakyat Irak (baik Sunni maupun Syiah) ternyata orang-orang Arab yang punya harga diri dan menolak diduduki AS, meskipun AS sudah ‘berjasa’ menggulingkan Saddam yang diktator.

Lalu bagaimana dengan perang antarmazhab yang sering diberitakan? Jangan jauh-jauh ke Irak: sejarah Indonesia juga penuh dengan adu domba yang dilakukan penjajah Belanda kan? Apa yang aneh bila AS mengadu-domba orang Irak supaya Irak semakin lemah dan bisa dikontrol? Yang aneh justru sebagian dari kita -orang luar- yang justru mendukung aksi AS dengan cara membela satu kaum tertentu dan memfitnah yang lain, sementara minyak Irak terus mengalir ke Haifa. []

Note: sungguh, bukan mau promosi buku, tapi berbagai jawaban fundamental dari ‘mengapa AS begini dan begitu’ sebenarnya sudah saya tuliskan  di Obama Revealed. Tentu tidak mungkin saya mengcopy-paste isinya utk dipublikasikan di blog.

Tinggalkan komentar